MENDIDIK ANAK AGAR
AMANAH
Sungguh miris hati kecil kita kita
melihat kejujuran dan tanggungjawab menjadi hal
yang langka hari ini. Sedikit sekali diantara orang –orang besar hingga rakyat jelata yang
memiliki kejujuran dan rasa tanggungjawab terhadap apa yang mereka lakukan.
Tengoklah bagaimana orang-orang besar begitu gampang mengambil hak rakyat tanpa
merasa bersalah sambil melupakan tanggungjawabnya sebagai pemimpin, sementara
banyak juga orang-orang kecil berebut
mencari penghidupan dengan mengabaikan hak orang lain dan tanpa rasa
sungkan sedikitpun. Itu semua adalah potret nyata di sekitar kita.
Naudzubillh..
Tentu saja sebagai orangtua kita
tidak menginginkan anak-anak keturunan kita tumbuh menjadi generasi yang
berperilaku seperti itu. Kita menginginkan anak-anak kita menjadi generasi yang
amanah dan bertanggungjawab. Lalu bagaimana caranya ???
Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam suri tauladan terbaik kita, beliaulah murabbi, guru terbaik yang
mendidik anak-anak pada zamannya sehingga tumbuh menjadi generasi yang amanah
dan bertanggungjawab. Lihatlah bagaimana beliau mendidik anak cucunya sendiri
untuk berlaku amanah meskipun sekilas hal itu nampak remeh dan sederhana
Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata: ‘Hasan
bin ‘Ali ra mengambil sebiji kurma dari kurma zakat, lalu ia memasukkannya ke
dalam mulutnya. Rasulullah Saw bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah
kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang
zakat?’” (HR
Bukhari dan Muslim).
Beliau shalallahu alaihi wassalam
berlaku tegas meskipun itu seorang anak kecil, tujuannya jelas ! agar si anak
tidak terbiasa mengambil sesuatu yang bukan haknya. Bahkan lebih tegas lagi
beliau menekankan pentingnya menegakkan amanah dalam sebuah sabdanya
Wahai manusia! Sesungguhnya yang
membinasakan umat-umat sebelum kamu ialah, manakala seorang yang terhormat di
antara mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Namun bila seorang yang lemah
di antara mereka mencuri, maka mereka akan melaksanakan hukum hudud atas
dirinya. Demi Allah, sekiranya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku
potong tangannya. (Shahih Muslim No.3196)
Jadi langkah pertama membiasakan anak
untuk amanah adalah melalui cara keteladanan, bagaimana orangtua bisa
menegakkan aturan dalam rumahtangganya
untuk semuanya, baik untuk orangtua maupun anak-anaknya. Rasulullah
shalallahu alaihi wassalam sendiri dijuluki al amin-yang berarti terpercaya
oleh masyarakatnya karena sikap amanah beliau. Maka beliau pun menerapkan sikap
itu dalam kesehariannya, termasuk untuk anak cucunya, meski beliau seorang
pemimpin.
Penanaman tanggung jawab pada anak
harus dimulai sejak dini, baik sebelum tamyiz (bisa membedakan mana yang
berbahaya dan mana yang tidak) maupun setelah tamyiz. Tentunya harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan berbagai keterampilannya (motorik kasar dan halus,
berbahasa dan sebagainya).
Misalnya dengan hal-hal sederhana,
seperti tidak mengambil atau merampas makanan atau mainan yang bukan miliknya,
belajar mengambil atau mengembalikan sesuatu apada tempatnya dan contoh-contoh
lain yang sederhana.
Sementara terkait amanah yang
berhubungan dengan Allah (ibadah), orangtua harus bersikap tegas menanamkan hal
ini kepada anak. Sikap ini penting suapaya anak memiliki kebiasaan sejak dini
tentang amanah dalam beribadah. Lambat laun dibarengi dengan proses tarbiyah
yang berkelanjutan, seiring meningkatnya usia dan ilmu diharapkan kebiasaan itu
akan mendarah daging dalam diri anak dan menjadi karakternya.
Tentang hal ini Rasulullah shalallahu
alaihi wassalam bersabda
“Perintahkanlah anak-anak untuk
mendirikan sholat ketika dia berumur tujuh tahun. Dan ketika dia telah berumur
sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau dia meninggalkan sholat.” (HR Abu Daud)
Ini adalah bentuk ketegasan akan sebuah
tanggungjawab, sebuah arahan untuk menegakkan aturan. Namun dalam hal ini
orangtua harus bijaksana. Jangan sampai mendahulukan kekerasan dalam menegakkan
aturan sebelum menerangkan kepada anak dengan sabar mengapa mereka harus
melakukannya.
Orangtua harus berperan sebagai
pendidik bukan hanya pengajar. Bukan hanya menyampaikan materi atau transfer
ilmu, tetapi juga transformasi pengetahuan. Yaitu mengubah perilaku anak,
baik intelektualnya, perkembangan dan stabilitas emosionalnya, sampai spiritualnya.
Berikan penghargaan (misalnya pujian)
yang sewajarnya kepada anak bila ia berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya
dengan baik. Misalnya anak sukses dengan tertib shalat lima waktu.Orangtua
tidak hanya menghargai hasil akhir dari usaha anak, namun juga proses mental
yang dilalui anak. Sehingga anak merasa dipahami.
Beri hukuman yang terkontrol dan proporsional ketika anak tidak bertanggung jawab. Misalnya anak lupa tidak shalat. Orangtua tidak harus marah terus menerus, tetapi cukup dengan memberi tahukan kepada anak bahwa tindakannya yang tidak bertanggungjawab itu membuat orangtua sedih dan kecewa, sebab ia tentu akan ditanya Allah tanggungjawabnya terhadap anak.
Beri hukuman yang terkontrol dan proporsional ketika anak tidak bertanggung jawab. Misalnya anak lupa tidak shalat. Orangtua tidak harus marah terus menerus, tetapi cukup dengan memberi tahukan kepada anak bahwa tindakannya yang tidak bertanggungjawab itu membuat orangtua sedih dan kecewa, sebab ia tentu akan ditanya Allah tanggungjawabnya terhadap anak.
InysaAllah dengan melakukan proses
seperti ini terus menerus anak akan sadar dan bertanggugjawab menunaikan
amanahnya. Wallahu a’alam (EAF)
bet365 - All Rights Reserved - Thakasino
BalasHapusBet365 Live Casino is an online casino providing the bet365 best in online gaming and sports betting. Read fun88 soikeotot our full review 우리카지노 계열사 and get up to a €1000 Welcome Bonus.