MENDIDIK ANAK MENGENAL JIHAD





Beberapa waktu yang lalu dunia massa kita dihebohkan dengan beredarnya video sekelompok anak-anak yang tengah dilatih berperang di sebuah tempat yang diduga di Suriah. Masyarakat pun gempar, berbagai komentar bermunculan. Terlepas dari kebenaran isi video dan siapa yang membuatnya. Perbincangan tentang jihad dan anak-anak pun mengemuka. Di sini kita tidak akan membincangkan isi propaganda video tersebut. Namun penulis tertarik untuk membahas bagaimana sebenarnya cara mengenalkan jihad kepada anak-anak. Sebuah syariat Islam yang mulia tapi sayangnya seringkali mendapatkan fitnah yang tidak pada tempatnya.
Ada sebuah peristiwa menarik yang sempat saya baca. Ketika tengah berkecamuk perang Bosnia Herzegovina di awal dekade 90-an, seorang bocah Bosnia yang sedang asyik bermain perang-perangan di tempat terbuka ditanya oleh seorang wartawan, mengapa ia berani bermain di tempat yang berbahaya itu dan bukannya memilih bersembunyi di bunker-bunker perlindungan. Ternyata jawaban bocah itu sangat unik, ia mengatakan bahwa di setiap peluru sebenarnya sudah tertera nama nyawa yang harus diambilnya. "Biarpun kami bersembunyi, jika sudah takdirnya mati ya pasti mati. Dan walau kami di luar, tapi bila takdirnya belum mati ya tak kan mati"
Subhanallah...., sungguh sebuah jawaban yang polos, jernih, dan jujur. Jawaban yang mencerminkan tebalnya keyakinan mereka pada takdir Allah Subhanahu wa ta’ala. Jawaban yang langka dan sulit ditemukan di negeri-negeri aman dan jarang tersentuh konflik, seperti negeri kita misalnya. Di negeri ini anak-anak lebih asyik bermain dengan fantasinya yang tidak terarah. Mereka dididik dengan pahlawan-pahlawan fiksi dari negeri antah berantah, dengan segala polah tingkahnya yang seringkali malah menjauhkan anak-anak kita dari keyakinan agamanya.
Tak heran jika kemudian generasi penerusnya kita banyak yang salah langkah. Mereka berjalan tanpa panduan. Tanpa sadar kita sebenarnya juga sedang diperangi. Jika di negeri-negeri lain saudara-saudara kita diserang secara fisik hingga timbul konflik. Di sini kita juga diserbu dan diperangi secara mental, pemikiran, bahkan aqidah, namun sayangnya banyak diantara kita yang tidak menyadarinya.
Padahal jauh hari, Rasulullah saw sudah mengingatkan kita semua dalam satu hadis beliau, bahwasanya suatu saat ummat Islam akan menjadi bulan-bulanan musuh-musuhnya. Bukan karena sedikitnya jumlah. Namun lebih karena penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut mati. Inilah yang terjadi pada ummat kita saat ini.

Saat ini, ketika penyakit wahn menjangkiti sebagian besar ummat kita, maka perlu sekali bagi kita untuk menyelamatkan generasi penerus kita agar tidak tertular virus yang mematikan ini. Salah satu terapinya adalah dengan menanamkan ruh jihad pada anak-anak kita.

Jika kita menginginkan anak-anak kita kelak tumbuh sebagai generasi yang kuat dan disegani tak ada jalan lain kecuali kita harus mengenalkan mereka dengan jihad. Ya…, Jihad. Sebuah ibadah yang menjadi Dzarwatus-sanampuncaknya Islam, payung kokoh yang menjaga dan melindungi kehormatan diri (hifz nafs) dan juga agamanya (hifz diin). Dua hal yang juga menjadi tujuan pelaksanaan syariah (maqashid syar’i)

Pendidikan jihad (tarbiyah jihadiyah) sejak dini terbukti telah melahirkan generasi gemilang yang mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin. Lihatlah Shalahuddin al ayyubi pahlawan besar yang merebut kembali Palestina dari tangan Yahudi, dia telah dididik keluarganya dengan jihad sejak kecil. Begitu juga dengan Muhammad al fatih, pahlawan agung penakluk Konstantinopel dari genggaman Romawi, keluarganya telah mentarbiyahnya dengan jihad sejak dia masih balita. Mereka adalah bukti nyata bahwa pendidikan jihad sejak dini adalah salah satu kunci sukses melahirkan generasi Islam yang gemilang

Jihad adalah atap atau puncak bangunan Islam di mana hanya orang-orang istimewa dan terpilih yang mampu mendakinya. Namun sebuah atap tidak akan tertegak kokoh jika tidak dibangun dengan pondasi yang kokoh dan tiang-tiang yang menyangganya. Pondasi itu adalah aqidah tauhid yang menjadi landasan imannya, sedangkan tiang-tiang penyangganya adalah shalat. Untuk itu sebelum anak dipahamkan dengan jihad dia harus ditanamkan dulu dengan aqidah yang lurus dan bersih. Sehingga Jihad yang dipahaminya akan benar-benar membawa kemaslahatan, bukan fitnah yang memilukan.
Hari ini ketika umat Islam difitnah, saat syariat jihad dipinggirkan dan dianggap asing, maka perlu sekali bagi kita untuk mengenalkan kepada anak-anak kita dengan pemahaman jihad yang lurus dan utuh, jihad sebagaimana yang dikehendaki Allah dan rasul-Nya, jihad sebagaimana yang dipahami salafus shalih, pendahulu kita yang mulia. Bukan jihad yang dikehendaki Washington atau Moskow, bukan pula pemahaman jihad sebagaimana yang dipahami oleh Obama atau Putin dan manusia sejenis mereka.

Jihad adalah simbol pembelaan dan juga penjagaan. Tanpa dibela, kehormatan diri dan agama ini akan mudah dilecehkan. Tanpa dijaga, musuh akan merampas dan menjajah apa yang seharusnya kita miliki. Inilah pentingnya anak-anak kita memahami jihad sejak dini. Dengannya mereka akan menjadi terhormat dan disegani. Bukan karena canggihnya penampilan mereka dihormati, bukan pula hanya karena kekuatan fisik mereka disegani, namun lebih karena ketinggian ilmu dan kekuatan jiwa mereka, ditopang kekuatan fisik yang siaga menjaganya. Itulah jihad, saat kekuatan fisik dan ketangguhan jiwa bersatu.

Mendidik anak mengenal jihad bukan berarti mendidik anak dengan kekerasan. Meski kekerasan tak selamanya buruk, sebagaimana kelembutan tak selamanya  baik. Karena kelembutan dan kekerasan adalah dua sisi berbeda pada dua kondisi yang berbeda pula. Ada kalanya kekerasan diperlukan, ada saatnya kelembutan dibutuhkan. Di sinilah dibutuhkan pemahaman ilmu syariat yang mendalam, serta pengetahuan akan realitas yang sebenarnya, sehingga akan lahir langkah yang tepat dalam menyikapi berbagai persoalan.

Anak-anak yang selalu diajarkan dengan kekerasan akan tumbuh menjadi pribadi yang emosional dan beringas. Mereka akan cenderung memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Padahal Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, teladan kita yang mulia tidak mencontohkan hal seperti itu. Menyelesaikan semua persoalan dengan kekerasan.
 Wallahu a’lam
EAF




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENDIDIK ANAK MENGENAL JIHAD"

Posting Komentar